OPERASI LIMBANGAN JILID II


Bunga-bunga liar di sepanjang jalan menuju lokasi



Jam 10.30 perjalanan dimulai, Pak Buntaran, Ibu Buntaran dan saya menuju lokasi peternakan di desa Sumber, Limbangan, Kab. Bojo Jawa Tengah. Pertama kita keluar dari kompleks kampung Sumur Boto Tembalang dan menuju jalan tol yang jaraknya hanya selemparan batu (yang ngelempar Samson...hehehe). Pak Buntaran menyetir dengan kecepatan 100 km/jam. Kurang lebih 10 menit kita sudah tiba di jalan tol krapyak.

Menawar
Memilih
 Menikmati



 Membungkus













Perjalanan pun berlanjut dengan disuguhi pemandangan-pemandangan baik yang ”enak” dilihat dan tidak enak untuk dilihat. Dan tiba-tiba pak Buntaran meminggirkan mobilnya setelah melihat penjual durian di tengah perjalanan. Setelah memilih-milih tanpa pikir panjang kita membeli dan memakan durian di lokasi. Pada saat itu sekitar jam 11 kita istirahat memakan durian (asyik.....). Sebenarnya saya sendiri tidak begitu meng”gilai” durian, berhubung gratis jiwa anak ”kost” pun muncul, hajarrrrrrrr. Ternyata pak Buntaran mengungguli saya dalam hal ini (memakan durian).
Perjalanan pun berlanjut menuju desa Sumber, Limbangan , Kab. Boja. Di perjalanan kami asyik bercengkrama baik masalah pribadi maupun yang sedang hangat-hangatnya di televisi saat ini. Di tengah perjalanan pun kami sempat berhenti agak lama setelah pak Buntaran mendapat panggilan telepon dari rekan kerja. Kira-kira 15 menit kita berhenti, agak membosankan tetapi karena ada makanan maka dari perut naik kekepala dan turun kehati. Setelah itu perjalanan berlanjut sekitar 20 menit kita tiba di lokasi desa Sumber.
Tanpa basa-basi kami menuju rumah kakak dari bapak Buntaran dan langsung menuju lokasi dengan di suguhi pemandangan yang menyejukan mata dan hati. Track perjalanan yang cukup berat bagi para pemilik tubuh ”besar”, sempat membuat nafas saya tersengal-sengal. Tapi setelah saya melihat kecepatan berjalannya pak Buntaran yang secara fisik lebih ”besar” daripada saya, saya pun tidak mau kalah. Singkat cerita kita pun sampai di lokasi peternakan dengan kondisi keringat mengucur deras.
Saya langsung bertemu dengan tukang bernama pak Yanto usianya kira-kira 60 tahun, masih kuat dan sehat. Saya menerangkan desain yang telah Errik dan saya buat. Banyak kendala dalam menerangkan gambar sebab kami membuat gambar yang hanya bisa dimengerti kami sendiri. Berangkat dari pengalaman ini saya berfikir bahwa maket sangat penting, kemungkian besar tukang akan lebih ”mudeng” dengan bahasa maket. Di lokasi, kami menemukan kendala dimana terjadi kesalahan informasi mengenai luas tapak. Didalam desain yang kami buat, ternyata kami telah mengambil tanah tetangga 30 cm. Lalu kami memberi berbagai alternatif, alternatif pertama kami merubah desain yang ada dan alternatif ke dua kami meminta tanah tetangga dengan catatan diganti tanah milik owner sebesar dua kali lipatnya. Untuk berjaga-jaga apabila tetangga tidak berkenan kami harus memikirkan alternatif desain.
 








Daun pintu bangunan lama yang dapat digunakan kembali










Batako lama dipergunakan lagi, tapi sayang sebagian ada yang hancur
















 Perkuatan baru











 Kusen-kusen lama, dapat dipergunakan kembali.










 Contoh, kusen yang dipergunakan kembali





Sekitar 1 jam kami disana berdiskusi di lapangan dan kamipun berpamitan dengan para tukang serta penjaga peternakan. Lalu kami menuju rumah saudara (kakak pak buntaran), disana kami istirahat sejenak, meluruskan otot-otot kaki. Tidak berapa lama kemudian kami di persilahkan makan, karena energi agak berkurang saya tidak ragu untuk meng-iyakan. Makanan yang sederhana, rebung (bambu muda), tempe goreng, telur, kerupuk dan nasi. Setelah makan, kami ”berembug” sejenak soal tapak bangunan dengan diselingi orang meminta sumbangan. Tidak lama kami berbicara soal peternakan dan kami berpamitan untuk pulang. Sebelum pulang ke Semarang, kami mampir di desa sebelah tepatnya desa Pakis untuk bertemu saudara dari bapak Buntaran.
Setelah tiba di Semarang, saya ditawarkan untuk makan pete,jengkol, pepes ikan malas, tempe-tahu, kerupuk dan sayur kangkung cumi ( sebelumnya ibu Buntaran tahu kalau saya suka pete dan jengkol, sama-sama orang desa.Red). Tanpa berfikir panjang saya ditemani pak Buntaran bersantap ria dengan lauk pauk yang ada. Setelah makan, saya pamit untuk pulang. Hari yang cukup melelahkan dan menggembirakan. Sayang saat itu teman-teman tidak ikut dalam peninjauan lokasi proyek kabin peternakan ini.

Penutup perjalanan yang sepadan








Komentar

  1. Bagus!

    Bisakah tularkan ke adek2 kelas juga semangat jurnalistik sederhana ini?

    Kabari lagi ya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer