CERITA TUKANG #1 (AULA PONDOK PESANTREN BALUN)

FENOMENA TUKANG DI DESA SAAT INI

Di lingkungan desa, tukang merangkap laku menjadi arsitek (borongan, istilah mereka) disamping pekerjaannya dilapangan yang sepenuhnya menggunakan sentuhan tangan terampil untuk mewujudkan bangunan. Tukang mendesain kurang terencana, mereka menggambar tanpa alat hanya di angan-angan atau di secuil kertas maupun tanah. Desain mereka adalah pengalaman mereka dalam menukang di berbagai "proyek", istilah mereka. Pemilik rumah, dalam bahasa kerennya para arsitek "owner", sepenuhnya percaya dengan apa yang akan dikerjakan tukang. Owner orang-orang desa ini akan menabung material atau menabung uang hasil dari mereka bekerja. Setelah terkumpul, pemilik rumah akan nyambat tukang untuk membangun rumah mereka. Owner tidak mendapatkan gambar rencana dari tukang, hanya berbekal kepercayaan akan keberhasilan tukang dalam membangun di "proyek" sebelumnya. Tidak jarang tukang tersebut menghabiskan isi tabungan pemilik rumah karena sepenuhnya rencana gambar hingga anggran tidak dipikirkan dengan matang. Jika pemilik rumah sudah tidak memiliki anggaran untuk membangun, pembangunan akan berhenti di tengah jalan. Membutuhkan waktu yang lama bagi pemilik rumah untuk mengumpulkan uang dan mulai membangun kembali.

TUKANG > ARSITEK

Tahun 2013 yang lalu saya diberi tahu mas Singgih jika pondok pesantren di dusun Balun akan membangun aula untuk digunakan santri laki-laki berkumpul dan mengaji. Mas Singgih sering melewati pondok pesantren tersebut jika bersepeda pagi dan juga berinteraksi dengan pengelola ataupun penghuni pondok tersebut. Mas Singgih berinisiatif untuk membantu desain bangunan aula tersebut melalui saya, mahasiswa arsitek yang pulang ke desa dan masih lugu. Mas Singgih dan saya mulai membuat desain aula tersebut tetapi sebelumnya kami mengukur lahan di lokasi. Desain aula saya buat 3 dimensi di sketch up agar saya bisa mudah memperlihatkan ke teman-teman santri dan juga pengelola pondok. Ya, semua sesuai dengan harapan. Santri dan pengelola pondok sangat tekesan dengan desain kami apalagi saat gambar tersebut saya putar-putar dan perlihatkan dari berbagai sisi. Desain yang hanya selesai satu hari itu sudah cukup keren bagi saya. Saya sudah mempersiapkan diri untuk mengawasi pembangunan aula tersebut jika desain ini disetujui. Beberapa pengelola pondok menganggap desain kami tidak mudah dikerjakan tukang, karena tenaga yang sedia membangun adalah alumni pondok dengan kemampuan bertukang yang pas-pasan. Saya merasa bangunan ini akan mudah dibangun dan tidak mahal. Pengelola Pondok Balun setuju dengan desain yang kami buat. Mereka akan membicarakan desain tersebut dengan tukang yang sedia akan mengerjakan bangunan aula.
Tiba hari dimana saya mendengar kabar jika desain aula yang dibuat tidak jadi diaplikasikan. Tukang yang sudah sejak awal diberi kepercayaan menolak menggunakan desain yang sudah diajukan ke pengelola. Mas Singgih mempersilahkan pengelola dan tukang tersebut untuk berdialog soal pembangunan aula. Dan.....taraaa...3 dimensi yang saya puter-puter tidak lebih ajaib daripada kepercayaan pengelola terhadap tukang. Saat ini aula pondok pesantren Balun sudah selesai tahap pembangunannya, tetapi saya belum sempat untuk melihat lagi. Terlihat sekilas bangunan berdiri dengan biaya yang lebih mahal dibanding desain yang mas Singgih dan saya kerjakan.
Apakah masyarakat desa memerlukan jasa arsitek ? Apa tukang saja ? atau cukup tukang yang memiliki pengetahuan Arsitektur ? yang pasti semuanya harus bisa meringankan beban masyarakat desa dalam membangun rumah mereka.


Denah aula pondok pesantren Balun













Tampak samping



Tampak depan












Interior











Lorong











Perspektif












Komentar

Postingan Populer