NGAPLO ( in ) KARYA-KARYA ARSITEKTUR
Sang Wastu, berkarya untuk sesama.
Pot tanaman di letakkan di sebuah papan yang berbentuk box. Di lantai atas ( lantai 2), di sepanjang selasar pada bagian luar terdapat tanaman sereh. tanaman ini mempunyai manfaat untuk bumbu dapur dan juga tanamannya bisa untuk mengusir nyamuk.
Vertical garden dengan tempat tanaman dari pipa PVC.
SEMINAR JOGJA ISTIMEWA UGM
Johanes Widodo. Bercerita tentang potensi bangunan bersejarah di JOGJAKARTA. Perlu adanya Zonasi kawasan antara bagian kota bersejarah dan juga bagian kota yang terkena arus modern.
Han Awal, arsitek yang masyur akan konservasi bangunan tua. Bercerita tentang perlakuan terhadap bangunan tua baik itu peninggalan kolonial atau peninggalan budaya dari nenek moyang. Selain itu beliau juga bercerita tentang pengalaman pertamanya dalam mengkonservasi gereja katedral Jakarta.
Maket kota JOGJAKARTA. Memiliki sumbu-sumbu yang mistis.
Seminar JOGJA ISTIMEWA ini diadakan di tempat terbuka dan di monumen jogja kembali serangan 1 maret. Semua ini pasti ada artinya, mungkin untuk membangkitkan masyarakat JOGJA agar berjuang kembali mempertahankan ke ISTIMEWAannya. Karena diadakan di tempat terbuka maka siapapun boleh masuk dan mengikuti diskusi yang ada selain mengambil jajanan pasar yang disediakan disitu. Semua orang hadir baik itu orang biasa, teman-teman mahasiswa, anak-anak kecil sampai para turis luar negeri ( maaf saya sebut bule ). Oya, gambar disamping adalah "bule" dengan rombongan sekeluarga kira-kira ada 5 orang. Mungkin karena lapar atau doyan mereka datang lalu mengambil makanan yang tersedia secara berulang-ulang ( bahasa Jawanya " Tanduk" atau nambah ) dan menikmati acara sebentar. Cukup lucu bila di perhatikan, tapi inilah sikap yang baik bagi panitia acara ini. Mereka menerima siapapun untuk masuk kedalam acara ini tidak peduli para pengunjung hanya sekedar nongkrong, mendengarkan, makan saja atau apapun itu.
Karena belum makan siang, kami sejenak meninggalkan diskusi yang ada di seminar. Kami pergi untuk cari makan, cukup susah sebab kami tidak mengetahui medan. Kami mencari sebuah warung makan yang tidak menguras kantung. Oleh sebab itu teman kami , Ayu, bertanya kepada seseorang di jalan untuk memberitahu tempat makan yang murah. Alhasil setelah berjalan cukup lama dan berharap kami sampai di rumah makan padang dan juga bakso. Sebelum memesan makanan kami bertanya harga bakso per mangkok. Ibu penjual bakso tersebut memberitahu kalau permangkok bakso seharga Rp 7000,00. Sebuah harga yang tidak terlalu mahal menurut kami. Setelah menunggu cukup lama, bakso datang. Memang tersaji dalam mangkok akan tetapi sajian bakso tersebut tidak lazim sebab 1 mangkok hanya terdiri dari bakso kecil-kecil 2 biji dan sisanya kuah serta mie saja. Kami hanya tertawa dalam hati, sudalahlah kita makan apa adanya. Setelah selesai makan total 1 mangkok bakso dan es teh menjadi Rp 10.000,00 . Bakso yang sangat mahal yang pernah kami makan sebab belum pernah kami temui hal seperti ini di Semarang atau kota asal kami. Ini juga sisi lain dari JOGJA ISTIMEWA, kota pelajar, kota wisata dan seni budaya.
Di keesokan harinya sebelum kami mandi, kami jalan-jalan tanpa tujuan. Setelah lelah menyusuri desa Mangunan tempat si Mbah-nya Mita, kami berniat jalan-jalan untuk melihat gunung merapi. Mobil dengan jendela kaca yang dibuka memberi kesegaran udara bagi kami di pagi hari. Kami terus saja mengikuti jalan menuju merapi. Tanpa di sengaja kami menemukan museum merapi. Seperti istilah jodoh tidak akan kemana. Sayang saat itu masih sangat pagi sehingga kami hanya bisa menikmati bangunan ini diluar saja. Cukup bagi kami untuk NGAPLO sejenak. Perjalanan NGAPLO kami lanjutkan setelah makan pagi di rumah si Mbah dengan menu sederhana, mengenyangkan dan menyenangkan. Karena ada janji dengan salah satu teman kami Gilbert, maka kami lekas mandi dan packing. Sempat balik lagi ke rumah si Mbah sebab sepatu Siwi tertinggal. Untuk menutupi rasa malu kami pulang lagi dengan alasan kangen si Mbah, padahal baru saja kita mau keluar desa Mangunan. Alasan yang konyol.
WISMA KUWERA
Rumah Tinggal romo Mangun seorang wastu yang berkarya untuk sesama. Romo Mangun adalah budayawan, sastrawan, arsitek, pengajar dan Pastor. Seperti kata buku dan dosen saya, beliau adalah sosok arsitek yang humanis.
Wisma Kuwera merupakan rumah beliau yang dibuat dengan material kayu dan bambu. Banyak hal-hal inspiratif disini yang pantas untuk kami kagumi dan NGAPLO bersama. Dinding eksterior wisma Kuwera menggunakan asbes disusun sirap seperti atap. memang fungsinya menjadi ganda selain sebagai atap juga sebagai dinding. Dinding interiornya menggunakan bambu yang di pecah, istilah di kota saya yaitu glagar. Bagusnya, glagar ini dipasang sangat rapi berbeda dengan tukang-tukang yang pernah saya temui. Glagar ini digunakan sebagai dinding, lapisan pintu, lantai, plafond dan juga sekat. Atap menggunakan asbes gelombang dengan jendela-jendela yang tidak lazim. Katanya, bangunan ini seperti bangunan bercirikan dekonstruksi.
Lisplank di bentuk dengan ujung seperti gambar disamping. Lisplank ini menjadi elemen estetis pada bangunan.
Dinding sekaligus atap dari lembaran asbes disusun sirap.
Kayu yang diberi ornamen yang sederhana, bila saya melihatnya seperti daun palm yang garis daunnya tidak pernah saling bertemu.
Pintu dengan lapisan gelagar.
Ruang ini sangat inspiratif. Ruang ini berfungsi ganda, selain untuk ruang doa ruang ini bisa menjadi altar misa atau ibadat. Rahasianya yaitu tirai yang berfungsi sebagai penyekat, bila tirai ditutup maka akan menjadi ruang doa private dan apabila di buka maka akan menjadi alatar untuk misa atau ibadat.
Ornamen ciri dari romo Mangun, sering di sebut tektonika.
TEMBI contemporary ART
Gambar disamping Siwi, maskot NGAPLO kami dengan latar belakang tembok bertuliskan Tembi Contemporary. Kami kesini tanpa ada rencana, tempat ini adalah rekomendasi dari teman-nya teman kami Gilbert. Karena mencari kesana kemari gereja bambu Tembi karya dosen UGM Eugenius Pradipto tanpa ada hasil maka kami memutuskan untuk menuju tembi contemporary. Lumayan untuk mengobati kekecewaan kita, banyak karya bagus disini dan juga terdapat bangunan dari bambu di depan galeri ini.
Bangunan galeri tembi sangat sederhana sepertinya bekas dari rumah kampung setempat.
Karya seni berupa laba-laba yang diletakkan di luar galeri tepatnya di bawah pohon beringin.
Tempat untuk kumpul warga bila ada rapat desa. Bangunan ini terbuat dari bambu sebagai konstruksinya.
Sepatu dari kayu yang dilukis, merupakan sebuah karya yang menarik. Sepatu ini di display dan diletakkan di bawah meja, mungkin maksud yang akan disampaikan yaitu letak sepatu selalu di bawah dan tidak terlihat.
Patung babi dan anaknya.
Struktur atapnya menggunakan bambu disambung dengan besi.
Umpak sebagai pengikat bambu dan pondasi dasar. Umpak ini juga berfungsi untuk menghindari bambu dari kelembabpan dan juga rayap atau teter.
KALI CODE
Karena masih banyak waktu di JOGJA, maka kami mengunjungi permukiman kali code. Permukiman yang di bangun penuh dengan kontroversi sebab, permukiman ini didirikan di lahan sempadan sungai kali code. Karena tempat ini sudah menjadi tempat tinggal orang terpinggirkan maka Romo Mangun memiliki pendapat bahwa tidak arif bila menggusur tempat tersebut dan di gunakan menjadi lahan hijau. Romo Mangun mengirim surat protes kepada mentri lingkungan hidup pada masa itu, agar rencana penggusuran di batalkan sebab bila dijadikan lahan hijau juga akan menimbulkan masalah sosial lainnya seperti prostitusi dan juga tidakan kriminalitas lainnya. Romo Mangun menjadi sorang fasilitator terbentuknya permukiman Code. Permukiman ini dihuni oleh kaum terpinggirkan seperti pengamen, pedagang kaki lima, buruh dan sebagainya. Mereka hidup dengan baik karena permukiman ini meningkatkan kualitas hidup mereka. Permukiman Kali Code memperoleh penghargaan arsitektur AGHA KHAN award. Bangunan tidak sekedar pembangunan fisik saja tetapi juga membangun pribadi baru dengan kualitas yang lebih baik.
Jembatan yang menyebrangi Kali Code. Bisanya sebagai tempat para turis melihat permukiman ini.
Lisplank yang estetis, ini adalah ciri karya romo Mangunwijaya.
Talud dari batu diikat dengan kawat besi melindungi dan membatasi permukiman dengan kali Code. Talud ini melindungi permukiman kali Code disaat lahar dingin merapi mulai masuk kedalam sungai ini.
VIA-VIA CAFE KARYA EKO PRAWOTO
Setelah dari kali Code kami berniat untuk mecari lagi karya-karya arsitektur yang pantas untuk kami NGAPLO bersama. Setelah melihat gambar karya Eko Prawoto, kami sepakat untuk mengunjungi via-via cafe yang terletak di jalan Prawirodinatan ( kalo tidak salah ). Kami melihat alamat dari sebuah foto dokumentasi kami, walaupun agak kabur gambarnya kami beruntung dapat menemukannya. Di sini terdapat para turis asing yang ternyata seorang turis-turis backpaker alias turis "ngere". Harga makanan dan minuman standar untuk kelas cafe tetapi tidak standar untuk kelas anak KOST. tetapi ini pengalaman yang menyenangkan. Fasad bangunan ini di dominasi oleh bambu-bambu yang berfungsi sebagai sunshading dan juga elemen estetis bangunan ini. Bambu menjulur seperti bambu pada umbul-umbul saat 17 agustus-an atau penjor seperti di Bali. Permainan garis yang sangat bagus. Disini saya tidak menemukan ornamen estetis ciri khas dari Eko Prawoto.
Bambu yang diikatkan ke rangka besi dengan tali ijuk.
Lampu hias terbuat dari kaleng Sarden.
Daftar menu makanan di via-via cafe. Makanan-makanan healthy yang asing bagi kami sehingga kami pantas mencoba. Karena terbiasa dengan lidah warteg dan kantin kampus maka kami merasakannya agak aneh. Sehingga minuman sehat yang kami pesan karena kurang manis maka kami menambahkan gula sampai dua cangkir gula cair kami habiskan untuk menambah rasa. Sangat konyol memang, karena jajan di tempat elit ini ( menurut kami ) kami merasa kenyang tanpa harus memesan makanan sampai kami dirumah dan kost. Perjalanan kami lanjutkan ke Semarang, tempat tinggal kami berada, dengan rasa menyenangkan dan lelah. Agar kami tidak tidur dan selalu menemani sopir kami , Kusuma, maka kami melakukan permainan konyol yang pernah kami buat. Kami menghitung jumlah Indomart ( Kusuma ), Alfamart ( Helmy ) , ATM ( Mita ), POM bensin ( Siwi ) , Lampu ( Ayu ) dan Bintang ( Kristo ) mulai dari Kartasura sampai Semarang. Alhasil Indomart = 23 buah, Alfamart = 19 buah, POM bensin = 30buah, ATM = 19 buah ( hanya sampai Bawen ) lampu dan bintang tidak terhingga jumlahnya. Di perjalanan pun kami nyeletuk, " alangkah baiknya jika ini bisa menjadi peta hijau ". Perjalanan yang menyenangkan, kami harap dapat kembali melakukan perjalanan NGAPLOin karya-karya aritektur dan kehidupan lainnya. Sampai jumpa di entri selanjutnya, salam NGAPLO.
Ngaplo ( in ) Karya Arsitektur adalah judul entri blog ini. Kata Ngaplo berarti bengong, melongo dengan mulut yang terbuka dan terkadang mengeluarkan air liur karena berimajinasi, berfikir atau juga terpukau oleh sesuatu hal. Tidak dipungkiri pula Ngaplo terjadi karena kesambet oleh makhluk astral disekelilingnya. Kami ( Helmy, Kusuma, Kristo, Mita, Ayu dan Siwi ) melakukan perjalanan wisata visual terutama karya arsitektur oleh beberapa arsitek maestro sang Wastu. Ngaplo menjadi judul yang tepat bagi kami karena saat ini kami dalam tahap mengagumi, meniru, berimajinasi dan mencoba berkreasi seperti arsitek-arsitek atau pelaku rancang bangun yang lain. Misi perjalanan kami pada tanggal 7 Mei 2011 adalah mengikuti seminar JOGJA ISTIMEWA yang diadakan teman-teman Mahasiswa UGM dan wisata Ngaplo-in karya arsitektur romo Mangun, Eko Prawoto, Paulus Mintarga dan banyak lagi.
Oya, ngomong-ngomong kampus kami juga bernama UGM dan berada di Semarang ( Universitas Gadholik Mugiyopranata ). Maka dari itu sesama mahasiswa UGM kami hadir di acara teman kami mahasiswa UGM Jogjakarta. Banyak hal yang dapat dipelajari dari para pembicara yaitu Johanes Widodo, Han Awal dan Eko Budiharjo. Topik yang di diskusikan adalah bangunan bersejarah yang ada di Jogjakarta. Jogjakarta merupakan kota yang memiliki banyak gedung peninggalan bersejarah. Oleh sebab itu menurut Johanes Widodo perlu ada zoning yang jelas antara kawasan bersejarah inti, madya dan kota modern. Sikap ini dilakukan agar originalitas kawasan bersejarah tetap terjaga dan mengurangi intervensi dunia modern atau bangunan modern. Didalam seminar ini juga turut hadir Yu Sing seorang wastu yang termasyur oleh rumah murahnya. Selain Yu Sing juga ada teman-teman dari Genesis Solo seperti Gilbert dan juga Rina yang kelak menjadi teman perjalanan kami meNgaplo karya-karya arsitektur di Jogjakarta.
RUMAH TURI
Rumah Turi adalah tempat penginapan dan resto di kota solo. Tempat penginapan ini di sebut rumah turi karena di halaman depan terdapat pohon turi. Pohon turi adalah pohon yang menghasilkan bunga, bunga ini biasanya di gunakan untuk lalapan dan juga sayur pelengkap pada pecel. Rumah turi memiliki konsep hunian/bangunan yang ekologis, yaitu bangunan yang sangat peduli dengan lingkungan dan juga energy. Rumah Turi memiliki sistem pengolahan air limbah rumah tangga yang bagus. Air sisa mandi atau cuci dialirkan di bak penampungan yang diatasnya terkadang juga digunakan ntuk panggung pertunjukan. Seteah di bak penampungan air lalu di saring dengan bak yang berisi ijuk, pecahan genteng dan batu bata serta barbagai material lainnya. Air hasil penyaringan tersebut dapat digunakan untuk menyiram tanaman dan juga hujan buatan. Selain air limbah rumah tangga, air hujan juga dimanfaatkan kembali dengan treatment yang sama.
Bagian depan rumah turi. Tembok eksterior tidak di cat akan tetapi menggunakan pewarna alami dari hasil uji coba sang Wastu. Warna coklat yang natural dan ramah lingkungan.
Vertical Garden dengan teknologi yang sederhana. Pot-pot tanaman di masukan dalam cincin besi dan di tata secara vertikal. Pot-pot tersebut berisi kumis kucing dan gingseng Indonesia. Tanaman yang di tanam di rumah turi merupakan jenis tanaman yang berguna dan bisa untuk dikonsumsi baik untuk masakan juga obat. Kumis kucing berguna untuk obat kencing manis, kencing batu dan juga darah tinggi. Sedangkan Gingseng Indonesia/som Jawa berguna untuk pelancar ASI, nyeri lambung, paru-paru lemah, kurang nafsu makan, TBC dan lemah Syahwat ( bukan saya..hehehe..).
Vertical garden ini terdapat pula selang kecil ( biasanya untuk water pass tukang bangunan ) sebagai alat untuk menyirami air.
RUMAH TURI
Rumah Turi adalah tempat penginapan dan resto di kota solo. Tempat penginapan ini di sebut rumah turi karena di halaman depan terdapat pohon turi. Pohon turi adalah pohon yang menghasilkan bunga, bunga ini biasanya di gunakan untuk lalapan dan juga sayur pelengkap pada pecel. Rumah turi memiliki konsep hunian/bangunan yang ekologis, yaitu bangunan yang sangat peduli dengan lingkungan dan juga energy. Rumah Turi memiliki sistem pengolahan air limbah rumah tangga yang bagus. Air sisa mandi atau cuci dialirkan di bak penampungan yang diatasnya terkadang juga digunakan ntuk panggung pertunjukan. Seteah di bak penampungan air lalu di saring dengan bak yang berisi ijuk, pecahan genteng dan batu bata serta barbagai material lainnya. Air hasil penyaringan tersebut dapat digunakan untuk menyiram tanaman dan juga hujan buatan. Selain air limbah rumah tangga, air hujan juga dimanfaatkan kembali dengan treatment yang sama.
Bagian depan rumah turi. Tembok eksterior tidak di cat akan tetapi menggunakan pewarna alami dari hasil uji coba sang Wastu. Warna coklat yang natural dan ramah lingkungan.
Vertical Garden dengan teknologi yang sederhana. Pot-pot tanaman di masukan dalam cincin besi dan di tata secara vertikal. Pot-pot tersebut berisi kumis kucing dan gingseng Indonesia. Tanaman yang di tanam di rumah turi merupakan jenis tanaman yang berguna dan bisa untuk dikonsumsi baik untuk masakan juga obat. Kumis kucing berguna untuk obat kencing manis, kencing batu dan juga darah tinggi. Sedangkan Gingseng Indonesia/som Jawa berguna untuk pelancar ASI, nyeri lambung, paru-paru lemah, kurang nafsu makan, TBC dan lemah Syahwat ( bukan saya..hehehe..).
Vertical garden ini terdapat pula selang kecil ( biasanya untuk water pass tukang bangunan ) sebagai alat untuk menyirami air.
Pot tanaman di letakkan di sebuah papan yang berbentuk box. Di lantai atas ( lantai 2), di sepanjang selasar pada bagian luar terdapat tanaman sereh. tanaman ini mempunyai manfaat untuk bumbu dapur dan juga tanamannya bisa untuk mengusir nyamuk.
Vertical garden dengan tempat tanaman dari pipa PVC.
SEMINAR JOGJA ISTIMEWA UGM
Johanes Widodo. Bercerita tentang potensi bangunan bersejarah di JOGJAKARTA. Perlu adanya Zonasi kawasan antara bagian kota bersejarah dan juga bagian kota yang terkena arus modern.
Han Awal, arsitek yang masyur akan konservasi bangunan tua. Bercerita tentang perlakuan terhadap bangunan tua baik itu peninggalan kolonial atau peninggalan budaya dari nenek moyang. Selain itu beliau juga bercerita tentang pengalaman pertamanya dalam mengkonservasi gereja katedral Jakarta.
Maket kota JOGJAKARTA. Memiliki sumbu-sumbu yang mistis.
Seminar JOGJA ISTIMEWA ini diadakan di tempat terbuka dan di monumen jogja kembali serangan 1 maret. Semua ini pasti ada artinya, mungkin untuk membangkitkan masyarakat JOGJA agar berjuang kembali mempertahankan ke ISTIMEWAannya. Karena diadakan di tempat terbuka maka siapapun boleh masuk dan mengikuti diskusi yang ada selain mengambil jajanan pasar yang disediakan disitu. Semua orang hadir baik itu orang biasa, teman-teman mahasiswa, anak-anak kecil sampai para turis luar negeri ( maaf saya sebut bule ). Oya, gambar disamping adalah "bule" dengan rombongan sekeluarga kira-kira ada 5 orang. Mungkin karena lapar atau doyan mereka datang lalu mengambil makanan yang tersedia secara berulang-ulang ( bahasa Jawanya " Tanduk" atau nambah ) dan menikmati acara sebentar. Cukup lucu bila di perhatikan, tapi inilah sikap yang baik bagi panitia acara ini. Mereka menerima siapapun untuk masuk kedalam acara ini tidak peduli para pengunjung hanya sekedar nongkrong, mendengarkan, makan saja atau apapun itu.
Karena belum makan siang, kami sejenak meninggalkan diskusi yang ada di seminar. Kami pergi untuk cari makan, cukup susah sebab kami tidak mengetahui medan. Kami mencari sebuah warung makan yang tidak menguras kantung. Oleh sebab itu teman kami , Ayu, bertanya kepada seseorang di jalan untuk memberitahu tempat makan yang murah. Alhasil setelah berjalan cukup lama dan berharap kami sampai di rumah makan padang dan juga bakso. Sebelum memesan makanan kami bertanya harga bakso per mangkok. Ibu penjual bakso tersebut memberitahu kalau permangkok bakso seharga Rp 7000,00. Sebuah harga yang tidak terlalu mahal menurut kami. Setelah menunggu cukup lama, bakso datang. Memang tersaji dalam mangkok akan tetapi sajian bakso tersebut tidak lazim sebab 1 mangkok hanya terdiri dari bakso kecil-kecil 2 biji dan sisanya kuah serta mie saja. Kami hanya tertawa dalam hati, sudalahlah kita makan apa adanya. Setelah selesai makan total 1 mangkok bakso dan es teh menjadi Rp 10.000,00 . Bakso yang sangat mahal yang pernah kami makan sebab belum pernah kami temui hal seperti ini di Semarang atau kota asal kami. Ini juga sisi lain dari JOGJA ISTIMEWA, kota pelajar, kota wisata dan seni budaya.
MUSEUM MERAPI
Di keesokan harinya sebelum kami mandi, kami jalan-jalan tanpa tujuan. Setelah lelah menyusuri desa Mangunan tempat si Mbah-nya Mita, kami berniat jalan-jalan untuk melihat gunung merapi. Mobil dengan jendela kaca yang dibuka memberi kesegaran udara bagi kami di pagi hari. Kami terus saja mengikuti jalan menuju merapi. Tanpa di sengaja kami menemukan museum merapi. Seperti istilah jodoh tidak akan kemana. Sayang saat itu masih sangat pagi sehingga kami hanya bisa menikmati bangunan ini diluar saja. Cukup bagi kami untuk NGAPLO sejenak. Perjalanan NGAPLO kami lanjutkan setelah makan pagi di rumah si Mbah dengan menu sederhana, mengenyangkan dan menyenangkan. Karena ada janji dengan salah satu teman kami Gilbert, maka kami lekas mandi dan packing. Sempat balik lagi ke rumah si Mbah sebab sepatu Siwi tertinggal. Untuk menutupi rasa malu kami pulang lagi dengan alasan kangen si Mbah, padahal baru saja kita mau keluar desa Mangunan. Alasan yang konyol.
WISMA KUWERA
Rumah Tinggal romo Mangun seorang wastu yang berkarya untuk sesama. Romo Mangun adalah budayawan, sastrawan, arsitek, pengajar dan Pastor. Seperti kata buku dan dosen saya, beliau adalah sosok arsitek yang humanis.
Wisma Kuwera merupakan rumah beliau yang dibuat dengan material kayu dan bambu. Banyak hal-hal inspiratif disini yang pantas untuk kami kagumi dan NGAPLO bersama. Dinding eksterior wisma Kuwera menggunakan asbes disusun sirap seperti atap. memang fungsinya menjadi ganda selain sebagai atap juga sebagai dinding. Dinding interiornya menggunakan bambu yang di pecah, istilah di kota saya yaitu glagar. Bagusnya, glagar ini dipasang sangat rapi berbeda dengan tukang-tukang yang pernah saya temui. Glagar ini digunakan sebagai dinding, lapisan pintu, lantai, plafond dan juga sekat. Atap menggunakan asbes gelombang dengan jendela-jendela yang tidak lazim. Katanya, bangunan ini seperti bangunan bercirikan dekonstruksi.
Lisplank di bentuk dengan ujung seperti gambar disamping. Lisplank ini menjadi elemen estetis pada bangunan.
Dinding sekaligus atap dari lembaran asbes disusun sirap.
Kayu yang diberi ornamen yang sederhana, bila saya melihatnya seperti daun palm yang garis daunnya tidak pernah saling bertemu.
Pintu dengan lapisan gelagar.
Ruang ini sangat inspiratif. Ruang ini berfungsi ganda, selain untuk ruang doa ruang ini bisa menjadi altar misa atau ibadat. Rahasianya yaitu tirai yang berfungsi sebagai penyekat, bila tirai ditutup maka akan menjadi ruang doa private dan apabila di buka maka akan menjadi alatar untuk misa atau ibadat.
Ornamen ciri dari romo Mangun, sering di sebut tektonika.
TEMBI contemporary ART
Gambar disamping Siwi, maskot NGAPLO kami dengan latar belakang tembok bertuliskan Tembi Contemporary. Kami kesini tanpa ada rencana, tempat ini adalah rekomendasi dari teman-nya teman kami Gilbert. Karena mencari kesana kemari gereja bambu Tembi karya dosen UGM Eugenius Pradipto tanpa ada hasil maka kami memutuskan untuk menuju tembi contemporary. Lumayan untuk mengobati kekecewaan kita, banyak karya bagus disini dan juga terdapat bangunan dari bambu di depan galeri ini.
Bangunan galeri tembi sangat sederhana sepertinya bekas dari rumah kampung setempat.
Karya seni berupa laba-laba yang diletakkan di luar galeri tepatnya di bawah pohon beringin.
Tempat untuk kumpul warga bila ada rapat desa. Bangunan ini terbuat dari bambu sebagai konstruksinya.
Sepatu dari kayu yang dilukis, merupakan sebuah karya yang menarik. Sepatu ini di display dan diletakkan di bawah meja, mungkin maksud yang akan disampaikan yaitu letak sepatu selalu di bawah dan tidak terlihat.
Patung babi dan anaknya.
Struktur atapnya menggunakan bambu disambung dengan besi.
Umpak sebagai pengikat bambu dan pondasi dasar. Umpak ini juga berfungsi untuk menghindari bambu dari kelembabpan dan juga rayap atau teter.
KALI CODE
Karena masih banyak waktu di JOGJA, maka kami mengunjungi permukiman kali code. Permukiman yang di bangun penuh dengan kontroversi sebab, permukiman ini didirikan di lahan sempadan sungai kali code. Karena tempat ini sudah menjadi tempat tinggal orang terpinggirkan maka Romo Mangun memiliki pendapat bahwa tidak arif bila menggusur tempat tersebut dan di gunakan menjadi lahan hijau. Romo Mangun mengirim surat protes kepada mentri lingkungan hidup pada masa itu, agar rencana penggusuran di batalkan sebab bila dijadikan lahan hijau juga akan menimbulkan masalah sosial lainnya seperti prostitusi dan juga tidakan kriminalitas lainnya. Romo Mangun menjadi sorang fasilitator terbentuknya permukiman Code. Permukiman ini dihuni oleh kaum terpinggirkan seperti pengamen, pedagang kaki lima, buruh dan sebagainya. Mereka hidup dengan baik karena permukiman ini meningkatkan kualitas hidup mereka. Permukiman Kali Code memperoleh penghargaan arsitektur AGHA KHAN award. Bangunan tidak sekedar pembangunan fisik saja tetapi juga membangun pribadi baru dengan kualitas yang lebih baik.
Jembatan yang menyebrangi Kali Code. Bisanya sebagai tempat para turis melihat permukiman ini.
Lisplank yang estetis, ini adalah ciri karya romo Mangunwijaya.
Talud dari batu diikat dengan kawat besi melindungi dan membatasi permukiman dengan kali Code. Talud ini melindungi permukiman kali Code disaat lahar dingin merapi mulai masuk kedalam sungai ini.
VIA-VIA CAFE KARYA EKO PRAWOTO
Setelah dari kali Code kami berniat untuk mecari lagi karya-karya arsitektur yang pantas untuk kami NGAPLO bersama. Setelah melihat gambar karya Eko Prawoto, kami sepakat untuk mengunjungi via-via cafe yang terletak di jalan Prawirodinatan ( kalo tidak salah ). Kami melihat alamat dari sebuah foto dokumentasi kami, walaupun agak kabur gambarnya kami beruntung dapat menemukannya. Di sini terdapat para turis asing yang ternyata seorang turis-turis backpaker alias turis "ngere". Harga makanan dan minuman standar untuk kelas cafe tetapi tidak standar untuk kelas anak KOST. tetapi ini pengalaman yang menyenangkan. Fasad bangunan ini di dominasi oleh bambu-bambu yang berfungsi sebagai sunshading dan juga elemen estetis bangunan ini. Bambu menjulur seperti bambu pada umbul-umbul saat 17 agustus-an atau penjor seperti di Bali. Permainan garis yang sangat bagus. Disini saya tidak menemukan ornamen estetis ciri khas dari Eko Prawoto.
Bambu yang diikatkan ke rangka besi dengan tali ijuk.
Lampu hias terbuat dari kaleng Sarden.
Daftar menu makanan di via-via cafe. Makanan-makanan healthy yang asing bagi kami sehingga kami pantas mencoba. Karena terbiasa dengan lidah warteg dan kantin kampus maka kami merasakannya agak aneh. Sehingga minuman sehat yang kami pesan karena kurang manis maka kami menambahkan gula sampai dua cangkir gula cair kami habiskan untuk menambah rasa. Sangat konyol memang, karena jajan di tempat elit ini ( menurut kami ) kami merasa kenyang tanpa harus memesan makanan sampai kami dirumah dan kost. Perjalanan kami lanjutkan ke Semarang, tempat tinggal kami berada, dengan rasa menyenangkan dan lelah. Agar kami tidak tidur dan selalu menemani sopir kami , Kusuma, maka kami melakukan permainan konyol yang pernah kami buat. Kami menghitung jumlah Indomart ( Kusuma ), Alfamart ( Helmy ) , ATM ( Mita ), POM bensin ( Siwi ) , Lampu ( Ayu ) dan Bintang ( Kristo ) mulai dari Kartasura sampai Semarang. Alhasil Indomart = 23 buah, Alfamart = 19 buah, POM bensin = 30buah, ATM = 19 buah ( hanya sampai Bawen ) lampu dan bintang tidak terhingga jumlahnya. Di perjalanan pun kami nyeletuk, " alangkah baiknya jika ini bisa menjadi peta hijau ". Perjalanan yang menyenangkan, kami harap dapat kembali melakukan perjalanan NGAPLOin karya-karya aritektur dan kehidupan lainnya. Sampai jumpa di entri selanjutnya, salam NGAPLO.
Komentar
Posting Komentar