Cerita Kopi #2

Pak Mukidi dan beberapa penggiat kopi dari Temanggung, di Peacock Semarang


Dulu saya pernah menyebut kopi sachet itu pahlawannya kopi dengan alasan kopi sachet lebih mudah di jangkau masyarakat kalangan bawah. Ternyata saya tidak bisa mendefinisikan kata "pahlawan" dengan baik.  Di cerita kopi #2 ini saya akan membantah pernyataan saya sebelumnya (cerita kopi #1) dan menjawab pertanyaan "Apa kamu bisa membuat kopi se-idealis pemikiranmu dan bisa berjasa melebihi kopi sachet ?"
Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke rumah kopi pak Mukidi di Dusun Jambon Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. Jalan menuju rumah pak Mukidi ini masih berupa jalan batu atau disebut jalan "trasah". Dusun Jambon terletak di kaki gunung Sumbing, udaranya dingin dan pemandangannya luar biasa bagus. Pak Mukidi konsisten dengan laku-nya sebagai petani dan "pengrajin" kopi Temanggung.
Masuk ke rumah kopi Mukidi saya merasakan aroma kopi yang sudah di roasting. Seisi rumah bagian depan tersedia berbagai macam kopi Temanggung yang berasal dari desa Muncar dan sekitar kecamatan Gemawang, kopi desa Wonotirto dan sekitar lereng gunung Sumbing, kopi dusun Kelingan dan sekitar kecamatan Kandangan, tetapi pak Mukidi ingin mengakat kopi Mukidi yang berasal dari desa Wonotirto lereng gunung Sumbing. Selain kopi, dinding ruangan juga banyak tertempel foto-foto pemandangan menarik sekitar Temanggung dan juga kegiatan yang pernah pak Mukidi jalankan yaitu menulis koran atau semacam majalah lokal Temanggung bernama STANPLAT(ada mas Singgih juga). Buku dan majalah juga tersedia di ruangan tersebut bisa dibaca sambil menikmati kopi, tapi saya rasa tidak menyenangkan jika ke tempat tersebut hanya untuk membaca dan meminum kopi atau ingin menyendiri. Tempat ini tepat bagi pecinta kopi untuk berdiskusi dan bersosialisasi.
Yang dilakukan pak Mukidi setiap harinya adalah meroasting kopi dan mengemasnya. Kegiatan disamping itu juga mengunjungi petani kopi di Temanggung. Pekerjaan mengolah kopi dibantu oleh istri, keponakan dan bahkan anak-anaknya walupun mereka melakukan karena ingin tahu. Tidak jarang jika ada penikmat kopi yang berkunjung di rumah pak Mukidi, pak Mukidi akan melayani dan berdikusi dengan pengunjung tersebut mengenai kopi dan konsep petani mandiri. Konsistensi merupakan gejala awal dari kesuksesan,  saya dapat melihat konsistensi pak Mukidi untuk menjadi petani kopi yang mandiri melalui cerita dan laku-nya.
Saya rasa  pak Mukidi dan petani-petani kopi di Temanggung merupakan salah satu contoh pahlawan kopi yang sesungguhnya. Mereka berjuang membuat kopi yang benar (bukan perisa kopi) dan berjasa untuk mengenalkan kopi yang benar bagi warga Temanggung. Mungkin kalau tidak setuju dengan kata pahlawan, kata yang tepat adalah Pejuang kopi. Karena petani kopi seperti pak Mukidi dan teman-temannya di Temanggung memang sedang berjuang. Berjuang untuk lingkungan, kesejahteraannya, dan pekerjaannya sebagai petani sekaligus perajin kopi.


Pak Mukidi yang sedang membuat Latte




















Workshop membuat kopi dengan petani kopi Dusun Kelingan

















Komentar

Postingan Populer