Ngaplo di Rumah Baca Cimot



Hari minggu tanggal 10 Mei, saya dan beberapa teman berkunjung ke Rumah Baca Cimot di daerah Pasar Gentan Kaliurang KM 9, Sleman, Jogjakarta. Berkunjung ke Rumah Baca Cimot itu seperti sebuah panggilan, semacam panggilan menuju toilet untuk buang air. Sudah....jangan dibayangkan tetapi diresapi. Pertanda untuk berkunjung kesana itu semacam mules di kepala dan dihati. Kebetulan, Rumah Baca Cimot menjadi tempat yang tepat untuk saya melepas kotoran berupa penat. Di Rumah Baca Cimot, kita juga bisa meng-upgrade cara berfikir kita. Banyak buku berceceran disana, boleh dinikmati di tempat sambil mendengarkan suara hatimu.

Baca buku bisa di tangga
Baca buku dimana saja























 
Tempat kerja di sela-sela rak buku
Tempat baca di sela-sela rak buku




















Tiba di Rumah Baca Cimot sekitar jam 10 pagi, saya dan teman-teman sudah diberi tugas untuk memasak. Errik bertugas membakar jantung pisang, Reza bertugas menggoreng tempe bacem, Yudha bertugas membersihkan beras dan saya bertugas nguleg bumbu. Kegiatan itu sebenarnya cara mbak Rere dan mas Yoshi untuk mengospek tamunya sebelum para tamu ini kelak terpanggil untuk menjadi bagian dari jamaah Cimotiyah. 

Makan siang karya bersama (mbak Rere, Gayuh, Reza, Yudha)















Jamaah Cimotiyah




















Sebelum bicara lebih jauh, Rumah Baca Cimot merupakan rumah tinggal dan tempat membaca milik mbak Rere dan mas Yoshi. Mbak Rere seorang pengajar dibidang arsitektur (tidak mau disebut dosen di rumahnya) dan mas Yoshi seorang arsitek yang sangat antropolog. Mereka sepertinya terobsesi dengan buku dan kucing, lalu memberi nama rumah tinggal mereka dengan sebutan Rumah Baca Cimot. Cimot seekor kucing kesayangan mereka yang telah meninggal dan menyublim menjadi Rumah Baca Cimot. Cimot juga dipercaya sebagai nabi yang menginspirasi, kebangkitannya berupa rumah baca. Manusia yang berkunjung ke rumah baca ini secara otomatis menjadi jamaah Cimotiyah dan diharuskan berbuat kebajikan.
Rumah Baca Cimot berupa rumah panggung dengan konstruksi benton sebagai rangka utama, kayu sengon sebagai kuda-kuda dan kayu sisa sebagai pengisi. Keberadaan kayu sisa sangat dominan di rumah ini. Semua kayu dan material yang ada adalah material sisa dari pembangunan di proyek sebelumnya dan juga hasil dari memperoleh disuatu tempat (rahasia). Terdapat berbagai jenis kayu di rumah tinggal tersebut, mulai dari sengon, ulin, jati, mahoni, kruing, nangka dan lain sebagainya. Kayu sisa-sisa tersebut menyatu dengan baik, seperti perca yang dijahit, dilihatpun juga indah. Ada perbedaan mengenai kayu sisa dan kayu bekas, kayu sisa adalah kayu yang dibuang atau tidak digunakan lagi karena dimensinya tidak memenuhi syarat untuk menjadi material bangunan. Sedang kayu bekas, adalah kayu yang sudah pernah digunakan dan masih layak untuk digunakan kembali sebagai material bangunan. Mas Yoshi menyebut penggunaan kayu bekas sebenarnya adalah romantisme. Romantisme yang berarti diagung-agungkan dan dicari oleh banyak orang karena dianggap baik. Selain kayu sisa, penutup lantai yang digunakan juga material sisa. Penutup lantai menggunakan tegel dengan beragam warna, sedang untuk penutup lantai di level dua menggunakan lantai kayu dengan usuk bambu sebagai balok. Disela-sela balok terdapat lampu LED yang bisa dibesarkan dan dikecilkan intensitas cahayanya. Semua lampu menggunakan LED dengan armature yang dibuat sendiri dengan menggunakan pipa PVC atau juga barang-barang yang lazimnya tidak untuk menjadi kap lampu. Pencahayaannya sangat nyaman dan aman, aman dikarenakan listrik yang digunakan adalah listrik dari aki yang di charge oleh listrik PLN yang kemungkinan akan digantikan dengan solar panel. Ah...ekologis, sampai-sampai membuang sampah harus dipilah dan mencuci piring pun pakai lerak. 
 
Tukang mengais kayu nangka untuk rak

Tangga dari kayu ulin
Tempat parkir

Kuda-kuda dari kayu sengon, bambu sebagai batang tarik

Kamar Mandi bertegel bekas

Rumah Baca Cimot berada ditengah-tengah rumah lainnya yang dipikirkan dan direncanakan oleh mas Yoshi. Ada tiga masa bangunan yang direncanakan oleh mas Yoshi, tiga masa tersebut dimiliki oleh 3 keluarga. Komplek rumah tinggal berdiri di area tanah seluas 3000 m2. Walaupun mas Yoshi yang merencanakan bangunan-bangunan rumah tinggal tersebut, pemilik rumah juga ikut berpartisipasi sebagai developer rumah mereka sendiri. Developer dalam arti, pemilik rumah harus mengawasi proses membangun, mencari material, mencari perabot dan lain sebagainya. Tukang-tukang terampil akan membantu mewujudkan rumah tinggal mereka.
Lama kami di Rumah Baca Cimot, memasak, mengobrol dan mengamati. Satu persatu teman berpamitan, saya dan Errik masih bertahan disana sampai jam 7 malam. Setelah mengambil foto Rumah Baca Cimot dan mengobrol sebentar, kami berpamitan pulang. Di lain waktu, saya akan menyempatkan “dolan” kesana, menimba pengalaman dari mas Yoshi dan mbak Rere.


Mas Yoshi buatin kopi (repot-repot mas)

Mengambil buku
Menjelang malam

Pencahayaan

Kap lampu menggunakan tempat nasi

Sudut nyaman

Pencahayaan interior

Pencahayaan di sudut nyaman

Ngobrol "nglemprak"

Komentar

Postingan Populer