TEKODEKO, KONSERVASI ARSITEKTUR & KOTA LAMA



Bell di Depan Pintu Masuk Tekodeko


AWAL

Awal Juni saya mengunjungi sebuah kafe baru di Kota Lama, namanya Tekodeko. Siang itu sekitar jam 2 saya sampai di kafe tersebut setelah melewati jalanan di sekitar Kota Lama yang padat dan panas. Tidak begitu susah menemukan Tekodeko, letaknya berada di seberang jalan kantor POLSEK Semarang Utara. Signage TEKODEKO yang terletak di sisi kanan bangunan dapat terlihat jelas oleh pengguna jalan yang datang dari sisi kiri bangunan. Sampai di depan pintu masuk, saya melihat bel yang terdapat tulisan di bawahnya “bunyikan sekali untuk pembuka pintu pria, bunyikan dua kali untuk pembuka pintu wanita”. Saya iseng membunyikan bel berkali-kali, dan akhirnya yang membuka tetap saja pria sambil bilang “maaf mas, bel nya rusak tidak berbunyi”, lalu saya lihat bel-nya lagi ternyata tulisan dibawah berubah menjadi “Welcome to Tekodeko” dan saya sekali lagi membunyikan belnya dan berbunyi. Saya kira mas-mas yang buka pintu tadi tidak percaya akan natal dan Santa Claus. ( film The Polar Express).



Tekodeko dilihat dari seberang jalan


Meja bar, tempat barista meracik minuman

TEKO-DEKO

Sampai di dalam kebetulan bertemu dengan Jessie, sepertinya saat itu dia sedang sibuk jadi saya meminta ijin untuk melihat-lihat bagian belakang dari kafe Tekodeko. Sewaktu ngaplo di lantai atas, saya menebak-nebak arti nama Tekodeko. Saya mengira Tekodeko berasal dari kata Teko-ndek-Kono (datang ke sana/kesini, bahasa jawa Semarangan). Namun menurut Jessie, kata Tekodeko berasal dari kata Teko-Dekoratif, yang dimaknai sebagai wadah para kreator atau orang-orang kreatif. Setelah tahu penjelasannya, saya membayangkan teko ajaibnya Aladin, yang didalamnya terdapat Jin ajaib yang dapat mengabulkan keinginan-keinginan yang imajinatif. Bisa saja Tekodeko menjadi teko ajaib bagi kawasan Kota Lama, di dalamnya terdapat Jin-jin kreatif yang siap melakukan hal-hal ajaib untuk Kota Lama.

DETAIL ARSITEKTUR


Bagian depan dari lantai dasar kafe digunakan untuk tempat makan serta meja barista. Saat memasuki Tekodeko, saya melihat lantai marmer yang tersusun di bagian tengah membentuk garis yang menegaskan keberadaan koridor di ruang tersebut. Lantai marmer yang terpasang merupakan material yang tersisa dari bangunan lama. Peran marmer sebagai penutup lantai dipadu-padankan dengan ubin PC berwarna kuning. Kusen dan berbagai elemen dekoratif terbuat dari kayu-kayu sisa bongkaran bangunan belakang. Kayu-kayu tersebut berlanjut perannya menjadi pengisi estetika pada bangunan, yang dulu tidak terlihat, sekarang menjadi terlihat. Berlanjut ke lukisan yang terpajang di satu sudut dinding kafe karya Dadang Pribadi, Hary Suryo, Tatas dan Yudi Mahaswanto. Lukisan-lukisan tersebut menggambarkan sekilas ingin menceritakan Kota Lama dari perspektif yang berbeda-beda. Di sebelah lukisan tadi, ada mural sepasang teko dengan tulisan Tekodeko. Mural tersebut menjadi spot menarik untuk pengunjung ber-selfie ria. Lantai dasar dengan lantai atas, dihubungkan dengan tangga kayu. Di lantai atas, saya melihat lantai kayu yang masih kokoh. Walaupun masih kokoh, tidak dibenarkan juga untuk memberi beban yang berlebihan dengan meloncat-loncat diatasnya. Pintu-pintu besar dan jendela lebar mengingatkan romantisme jaman “Londo”. Plafond anyaman bambu terlihat masih selaras dengan material-material lama. Menuju ke bagian depan, dapat ditemui teras balkon yang cukup lebar. Teras tersebut digunakan sebagai tempat nongkrong yang memiliki view menarik ke arah Heerenstraat (nama asli sebelum jalan Letjen Suprapto). Tak kalah menarik, ada tempat makan dengan open space di lantai dua. Menjelang sore, angin sepoi-sepoi dari arah utara mulai teras disitu. Jika cuaca cerah pada malam hari, sangat menarik untuk makan sembari menatap langit di tempat ini, apalagi bila ditemani oleh pasangan kita.



Tempat hangout open space

Mural Tekodeko, iconic dan spot favorit untuk foto

Lukisan oleh seniman-seniman Semarang pemerhati kota Lama

Sambungan balok kayu

 

Anak tangga "watch your step"

KONSERVASI

Beberapa tempat nongkrong mulai bermunculan, resto, bistro, kafe hingga angkringan yang memanfaatkan bangunan lama dan salah satunya adalah Tekodeko. Nampaknya Kota Lama Semarang menjadi kawasan yang “seksi” untuk kegiatan ekonomi. Tidak banyak catatan, informasi sejarah terkait bangunan lama di Tekodeko. Kemungkinan bangunan lama tersebut pada awalnya merupakan penginapan. Mengingat disekitarnya dapat ditemui hotel Raden Patah dan eks hotel Jansen. Mengenai konservasi yang dilakukan di Tekodeko, tantangan yang terbesar bukan pada teknis pengerjaan di lapangan  melainkan tantangan yang besar adalah mengkomunikasikan pentingnya konservasi kepada pemilik bangunan. Tidak mudah komunikasi mengenai pelestarian bangunan lama bisa mencapai kesepakatan, sehingga pemilik dapat memberikan kepercayaan supaya bangunan Tekodeko bisa dikonservasi. Mengkomunikasikan pelestarian budaya juga dilakukan kepada kontraktor dan calon pengelola yang juga masih awam mengenai istilah pelestarian bangunan. Memutuskan tujuan yang jelas dari pemanfaatan bangunan lama tidak kalah penting. Mengapa? karena hal tersebut akan menentukan konsekuensi dan tanggung jawab, baik bagi para pemilik-pengelola. Pada akhirnya pelestarian itu harus benar-benar berguna dan dirasakan manfaatnya oleh pemilik-pengelola yang tinggal dan bekerja didalamnya. Toh akhirnya harus kembali pada hakekat pelestarian itu sendiri, yakni untuk memanusiakan manusia. Bangunan Tekodeko tidak atraktif dan tidak mencoba-coba menjadi atraktif. Material-material baru seperti plafond anyaman bambu dan ubin PC mampu menyatu dengan bangunan lama itu sendiri. Orang biasa akan melihat tidak ada yang spesial dari bangunan ini kecuali gambar mural dan deretan teko yang terpampang. Dari segi arsitektur tidak ada elemen arsitektur yang ditonjolkan dan terlihat ikonik. Memang seperti itu pelestarian bangunan, dia tidak mengada-ada untuk menjadikan ada. Jujur menceritakan masa lalu yang masih bisa diceritakan. 


Anyaman bambu sebagai plafond

Lantai marmer yang masih tersisa

Perkerasan batu yang tersisa bersanding dengan paving

KOTA LAMA


Kawasan Kota Lama Semarang, sumber: Boekoe Pinter Kota Lama


Sejarah keberadaan kota lama sangatlah panjang. Pada awalnya kota lama adalah benteng kota yang keberadaanya diperkirakan sekitar abad ke-17-18 dan menjadi cikal bakalnya kota perdana di Semarang. Kota lama pada abad ke-18 merupakan pusat perdagangan di pulau Jawa. Ini ditandai dengan munculnya jalur kereta api pertama di Indonesia yaitu jalur Semarang-Tanggoeng sepanjang 25 km pada tahun 1864 dan juga penggunaan kali untuk kegiatan berdagang pada masa itu. Saat ini kota lama masih banyak meninggalkan warisan bangunan-bangunan tua yang masih tegak berdiri. Beberapa bangunan tidak terawat dan sebagian dipergunakan kembali dengan jiwa yang baru. Sepuluh tahun yang lalu kota lama tidak termanfaatkan dengan baik, saat itu kota lama hanya menjadi simbol kebanggan warga Semarang. Melalui gerakan-gerakan pegiat kota lama yang berlatar belakang seniman, akademisi, dan masyarakat umum, kota lama berubah menjadi sebuah tempat berkegiatan dan lebih sering dikunjungi oleh banyak orang.  Buah dari kegiatan-kegiatan tersebut saat ini sudah mulai dirasakan dimana mulai berkembangnya tempat usaha baru di kota lama. Kota lama kedepan bisa menjadi wadah berbagai macam kegiatan mulai dari ekonomi, pariwisata, akademik dan seni. Kota lama dimasa yang akan datang tidak hanya menjadi warisan kota Semarang melainkan juga warisan dunia yang mendunia.

Calon spot nongkrong baru di kota lama

Bistro Spiegel yang sedang Nge-hitz

Gereja Blenduk, magnet dari kota lama yang iconic

Penjual rokok dan minuman ringan di kota lama

HASIL NGAPLO

  • Saya sedikit kecewa ketika saat test menu hanya memesan satu makanan, makanya saya kembali lagi untuk makan disana. Kali ini saya iklhas uang saku selama 1 minggu habis dan satu minggu cuma makan mie Instan, hanya untuk makan di Tekodeko. Makanannya menarik untuk difoto dan tentunya enak untuk dimakan. Chiken Curry Sandwich makanan yang saya pesan. Ekspektasi saya ada saus curry-nya, tetapi ternyata ayamnya berbumbu curry. Enak...tapi kurang kenyang, ukuran cacing ditubuh saya lebih besar dari yang normal. Hot chocolate, beehhh...nikmat. Saya tidak mengaduk hot chocolate dengan sendok, tanpa sengaja coklat lembut yang manis pahit itu masih tertinggal di dasar cup. Masukan saja, ketika teko menjadi icon kafe tersebut, lebih keren lagi teko juga digunakan sebagai alat penyajian dari makanannya.

Chiken Curry Sandwich

Coklat hangat, rekomended

Mojito
  • Dulu awalnya berpikir bila nongkong di Tekodeko lagi saya harus bawa autan, karena banyak nyamuk disana. Kota lama yang berdekatan dengan laut dan juga selokan-selokan yang tidak dapat mengalirkan air dengan lancar menjadi penyebab nyamuk banyak berkembang di kota lama. Saat ini di Tekodeko sudah ada alat untuk mengusir nyamuk. 
     
  • Kota lama berdekatan dengan laut jawa memiliki suhu yang cukup panas bila dirasakan oleh saya yang berasal dari Temanggung. Lebih nyaman jika AC (Air Conditioner) di Tekodeko bisa menyala. Saat itu saya memaklumi AC di Tekodeko tidak menyala karena daya listrik di Tekodeko bebannya sangat berat.


Tuh kan, ada yang bening.

Spot favorite Errik untuk kerja dan mencari wanita
  • Kota Semarang memiliki banyak bangunan cagar budaya yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan akademisi. Memperhatikan tidak cukup dengan menulis status di Facebook atau Twitter dan tidak cukup dengan membuat perda mengenai bangunan cagar budaya, tapi dengan terjun ke lapangan dan melakukan kegiatan untuk pelestarian bangunan tersebut. Festival kota lama menjadi kegiatan positif untuk keberlanjutan kota lama. Dan yang menarik, festival kota lama diadakan oleh rakyat biasa yaitu para seniman dan komunitas lainnya. Di festival kota lama, sekali lagi pemerintah dan akademisi (universitas) masih absen. (nitip tanda tangan)






Komentar

  1. http://www.panoramio.com/photo/130651564

    BalasHapus
  2. Ternyata arti kata Tekodeko adalah Teko dekoratif, saya jadi tau nih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer