TEKODEKO : Memberikan Warna Akulturasi Budaya di Semarang ke Dalam Sajian Kopi



Kopi Akulrurasi, Tekodeko.
Trend kopi di Indonesia mulai ramai sejak tahun 2012. Banyak kafe baru dibuka untuk menyambut antusias penikmat-penikmat kopi. Tekodeko Koffiehuis menjadi salah satu kafe di Semarang yang masih baru dan mulai konsisten untuk menyajikan minuman kopi. Di tengah gencarnya minuman kopi dengan seduh manual, Tekodeko sudah memulai berfikir menyajikan kopi signature. Kopi signature, kopi dengan campuran susu dan gula dinilai dapat menyapa lebih ramah bagi penikmat kopi pemula. Menu kopi signature tersebut dimunculkan dengan melalui proses riset yang panjang. Seperti ahli Arkeologi, tim pemikir Tekodeko mencari identitas kota Semarang pada masa lampau, lebih tepatnya di sekitar kota lama. Kota lama pada masa lampau merupakan pusat perdagangan yang dikelilingi permukiman dari berbagai etnis. Oleh sebab itu, diambilah nuansa kota Semarang dari keragaman etnis dan budayanya kedalam kopi Signature. 

Kopi Cheng Li, sajian kopi dengan teh dan susu
Kopi Cheng Li, kopi akulturasi budaya Tionghoa di kota Semarang dimana kopi dicampur dengan teh, susu kental manis dan gula. Rasa teh dan susu awalnya sangat dominan, setelah beberapa saat, after taste kopi akan muncul. Pertemuan yang unik antar kopi dan teh dimana susu adalah penengah yang adil, maka nama Cheng Li yang berarti “bertindak adil” dalam bahasa Hokkian menjadi julukan yang tepat untuk sajian kopi akulturasi tersebut. Meminum teh merupakan tradisi masyarakat Tionghoa, sedangkan mencampur susu dan gula merupakan kebiasaan bangsa Walanda dalam meminum kopi.

Kopi Londo, sajian kopi dengan susu dan gula

Kopi Londo menggambarkan nuansa Belanda di dalam kopi, dimana orang Belanda suka memberikan susu kedalam kopi dan menikmatinya dengan memakan sekeping biskuit jahe. Sekeping biskuit jahe untuk menemani minum kopi dinilai lebih moderat dibanding setoples biskuit, karena esensinya adalah meminum kopi bukan memakan biskuit agar perut kenyang. Keberadaan biskuit jahe digantikan oleh makanan kecil lainnya kedalam menu kopi signature di Tekodeko Koffiehuis. Kopi Cheng Li misalnya, ditemani dengan kue semprong yang renyah berbentuk silinder dengan rasa tidak terlalu manis.

Kopi Arab, sajian kopi dengan rempah-rempah

Kopi Arab menonjolkan campuran rempah-rempah nusantara yang sangat digemari oleh pedagang Arab pada masa lampau. Jahe, kayu manis, cengkeh dan kopi di rebus menjadi satu kesatuan, lalu disaring sebelum disajikan. Kopi Arab memiliki rasa yang kuat pada rempah-rempahnya dan pada kopinya itu sendiri.  Aroma rempah-rempah dan kopi menstimulus pikiran menjadi lebih tenang. Sajian kopi dengan rempah-rempah ini menjadi tradisi disaat berbuka puasa dan biasanya disandingkan dengan kurma. 

Kopi Gendhis, kopi dengan topping gula jawa

Kopi Gendhis, diambil dari nama gula jawa yang menjadi campuran kedalam menu kopi tersebut. Gula jawa atau brown sugar digunakan sebagai topping sajian kopi Gendhis, hampir sama dengan sajian kopi Caramel Macchiato yang meletakkan pemanis diatas kopi. Rasa manis gula jawa yang dipadukan dengan susu menjadi sangat menonjol mengalahkan pahitnya rasa kopi. Sajian kopi Gendhis ramah diminum oleh orang yang tidak menyukai pahitnya kopi. Kopi Gendhis disajikan dengan makanan dolar yang renyah dan gurih sehingga rasa manis dari kopi Gendhis tidak bertambah dengan adanya makanan kecil pendampingnya.

Kopi Kota Lama, kopi tubruk dengan susu kental manis

Sebagai tempat ngopi yang terletak di Kota Lama, Tekodeko juga membuat menu kopi yang merepresentasikan Kota Lama itu sendiri. Perlu diketahui, Kota Lama merupakan pusat perdagangan dan jasa pada saat pemerintahan Hindia Belanda. Roda ekonomi kota Semarang bergerak di Kota Lama sehingga muncul banyak permukiman kota disekitarnya. Bangunan Gereja Blenduk menjadi icon keberadaan Kota Lama saat ini. Bangunan Tekodeko juga bagian dari sejarah Kota Lama yang diduga merupakan bangunan hotel pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Kembali ke kopi Kota Lama, menu kopi yang disajikan dengan cara tubruk dan dicampur dengan susu kental manis. Kopi Kota Lama disajikan berdampingan dengan makanan kecil “ndok gluduk”, bentuk bulat dari “ndok gluduk” akan mengingatkan orang terhadap bangunan icon Kota Lama yaitu Gereja Blenduk. Selain itu “ndok gluduk” juga dapat mengingatkan pada budaya Semarang yaitu “warak ngendog”.

Gereja Blenduk, icon Kota Lama
Tekodeko tidak hanya menyajikan menu yang menarik tetapi juga mengandung cerita dibalik sajian kopi tersebut. Cerita akan sejarah kota yang tidak semua orang mengetahuinya. Kota Semarang, kota yang memiliki banyak etnis dan budaya yang masih terjaga. Semua itu pelan tapi pasti akan tergerus oleh jaman, mengingatkan sejarah akan membuka kesadaran orang untuk belajar dari masa lalu dan melestarikan nilai adiluhur di masa lalu. 

Komentar

Postingan Populer